Senin, 07 Maret 2016

ISTILAH KEKELUARGAAN DAN GOTONG ROYONG DI INDONESIA

1.       Aceh
·         Istilah – istilah kekerabatan dalam masyarakat Aceh hanya di kenal untuk 3 tingkat ke atas dan 3 tingkat ke bawah dari ego ( dalam masyarakat Gayo di kenal 5 tingkat ke atas dan 3 tingkat ke bawah) Istilah – istilah tersebut terlihat dalam hubungan antar diri (interpersonal relationship)
·         Meugle, adalah kegiatan tolong-menolong yang dilakukan masyarakat Aceh saat hendak membuka ladang di hutan. Oleh karena itu, kegiatan ini juga biasa disebut meuladang.

2.       Bali
·         Dalam sistem kekerabatan Bali Aga mengenal sistem klen patrilineal yang di sebut karang. Dan gabungan dari beberapa karang disebut dadia
·         Ngayah, Kerja bakti untuk berbagai ritual keagamaan atau masalah adat kemasyarakatan yang bersifat tulus ikhlas, seperti dalam acara ngarap. Kegiatan kerja bakti ini merupakan penerapan konsep ‘kerja untuk sebuah persembahan’ atau dikenal dengan istilah Karma Marga Yoga.

3.       Banten
·         Sistem kekerabatan masyarakat Banten (Suku Baduy) menitik beratkan pada wilayah tempat tinggal. Hubungan kekerabatan bisa dillihat dari 3 sisi yaitu pertama Kampung Tangtu, kedua Kampung Panamping, dan ketiga Pajaroan.
·         Kuriak, Istilah ini dipakai ketika seluruh masyarakat akan bergotong royong, baik untuk  gotong royong bersih-bersih kampung, membuat jalan, membangun mesjid,  membangun sarana dan prasarana, membantu tetangga pernikahan, khitanan,  kematian dan kegiatan sosial masyarakat lainnya.

4.       Bengkulu
·         Masyarakat Bengkulu melakukan sistem kekerabatan bilateral yang menganut sistem keturunan dari laki-laki maupun perempuan
·         Negak Pengujung, yakni bergotong-royong mendirikan tarub atau tenda yang terbuat dari kayu dan dihias dengan daun kelapa untuk tempat dilangsungkannya acara.

5.       Gorontalo
·         Di dalam masyarakat Gorontalo keluarga inti di sebut ngala’a. Dalam keluarga, suami dianggap sebagai pemimpin karena ia berperan sebagai pencari nafkah
·         Ambu, ialah tolong menolong antara kelompok orang untuk kepentingan bersama misalnya membuat jalan baru dll.

Sabtu, 05 Maret 2016

Ulasan Novel "Berjalan Di Atas Cahaya"

Berjalan Di Atas Cahaya“Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa”

            Berjalan di Atas Cahaya adalah kumpulan kisah perjalanan Hanum Salsabiela Rais, dkk di Eropa.  Novel ini merupakan buku kedua karya Hanum Salsabiela Rais setelah buku pertamanya yang berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa”.  Penulis buku ini, selain Hanum Salsabiela Rais sebagai penulis utama, ada juga Tutie Amaliah dan Wardatul Ulama sebagai penulis kontributor.  Novel ini berisi kisah-kisah inspiratif yang sangat menarik dan memberi perspektif baru tentang traveling yang harus diniati mencari rida Allah.  Dalam buku ini, penulis menguak nilai-nilai Islam yang ditemui di benua biru seperti kejujuran, ketulusan, dan kecerdasan serta ingin meyakinkan pembaca bahwa agama tidak disebarkan melalui pertumpahan darah, tetapi melalui budi pekerti yang luhur.
            Novel ini berisi potongan-potongan cerita perjalanan tentang kehidupan Muslim di Eropa.  Bagian satu dengan bagian lainnya saling berhubungan meski ada beberapa bagian yang berdiri sendiri.  Pada bagian prolog, penulis mengatakan bahwa hakikat dari sebuah perjalanan adalah taaruf.  Saling mengenal antarmanusia.  Kita tetap bersaudara meski terhadang letak geografis, ruang, dan waktu.  Perasaan sebagai sesama saudara Muslim tetap melekat meski kita terpisah-pisah dalam berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit terpisahkan samudra, gunung, gurun, dan hutan belantara.
Di bagian “Misi yang Tak Mungkin”, penulis mengungkapkan manfaat menanam investasi sosial.  Penulis mengatakan bahwa investasi sosial ditanam dalam proses yang lama, hingga suatu saat kita akan memetiknya.  Kita tidak boleh meniatkan untuk menjalin hubungan baik dengan orang banyak hanya agar memiliki investasi sosial. Hanya agar suatu saat dapat merasakan keuntungannya. Melainkan, kita harus melakukannya dengan landasan keikhlasan.
Kedai bunga aneh di pinggir jalan desa Neraach, mengajarkan kita tentang kejujuran dan kepercayaan kepada orang lain.  Kedai ini mengedepankan sisi kepercayaan di atas segalanya.  Jadi, jika kita ingin membeli bunga, kita dapat memilih bunga mana yang kita suka, lalu membayarnya dengan meletakkan uang pada kaleng bir yang menjadi tempat menaruh pembayaran uang sesuai dengan harga yang tertera.  Jika uang kembalian habis, kita cukup menulis nama dan alamat kita di buku notes yang tergantung di kedai itu.  Nantinya, pemilik kedai itu akan datang ke rumah kita untuk memberikan uang kembalian.
Salah satu kisah yang sangat menarik adalah kisah “Tapak Kemuliaan di Sisilia”.  Kisah ini adalah cerita dimana seorang keturunan Sisilia, bernama Ivano yang sama sekali tidak bangga terhadap negerinya sendiri.  Ia begitu membenci negerinya, Sisilia.  Sisilia telah merenggut adiknya, menjadi mafioso dan kini tak diketahui keberadaannya.  Ia menganggap bahwa Roger of Sicilylah yang telah memporak-porandakan negerinya dan bertanggung jawab atas tersebarnya orang-orang Sisilia menjadi imigran dimana-mana.  Namun, kali ini ia sadar bahwa semua prangka buruk tentang nestapa negerinya adalah salah.  Ivano menangis membaca tulisan berwibawa yang tertulis pada pilar putih di gerbang utama gereja katedral Palermo yang ternyata ditulis oleh Roger of Sicily.  Sirnalah sudah semua kebenciannya atas Sisilia dan Raja Roger.  Terbaca jelas tulisan yang terukir di pilar katedral Palermo adalah “Bismillahirrahmaanirrahiim, alhamdulillahirabbil’aalamin”
Cerita traveling dalam buku ini sangat berbeda dengan cerita traveling lain karena cerita traveling dalam buku ini bukan hanya sekadar cerita traveling biasa, tetapi merupakan cerita traveling yang sangat mengesankan serta membekas di hati dan perasaan.  Kisah-kisah di dalam buku ini terangkum sangat apik dengan bahasa yang sederhana, namun sarat akan makna.  Bahasanya yang sederhana atau mungkin tidak sastra, membuat cerita-cerita di dalam buku ini lebih mudah dipahami dan amanatnya lebih tersampaikan kepada semua kalangan pembaca.  Penulis memberikan banyak kejutan-kejutan yang tak terduga kepada para pembaca.
Ada beberapa bagian cerita yang sulit dipahami karena alurnya yang tidak runtut.  Jadi, cerita bagian ini belum selesai , tapi tiba-tiba pindah ke bagian lain dan setelah itu, kembali ke bagian ini lagi.  Hal ini, membuat pembaca kesulitan untuk memahami jalan cerita sehingga amanatnya menjadi kurang tersampaikan.
Pada akhirnya, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, novel ini wajib dibaca oleh para penyuka traveling dan mereka yang ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan Muslim di Eropa.  Hidup sebagai kalangan minoritas, memang bukanlah hal yang mudah.  Namun, bukan berarti kita harus berkecil hati.  Kita harus yakin bahwa Allah akan selalu melindungi hamba-hamba-Nya.  


STRUKTUR TEKS ULASAN
Struktur
TEKS
Judul
Berjalan Di Atas Cahaya “Kisah 99 Cahaya Di Langit Eropa”
                     Judul        : Berjalan Di Atas Cahaya “Kisah 99 Cahaya Di Langit Eropa”
                        Penulis     : Hanum Salsabiela Rais, dkk.
                        Penerbit   : PT Gramedia Pustaka Utama
                        Cetakan   : Cetakan ke-2 2013
                        Tebal        : 210 halaman

Pendahuluan
Berjalan di Atas Cahaya adalah kumpulan kisah perjalanan Hanum Salsabiela Rais, dkk di Eropa.  Novel ini merupakan buku kedua karya Hanum Salsabiela Rais setelah buku pertamanya yang berjudul “99 Cahaya di Langit Eropa”.  Penulis buku ini, selain Hanum Salsabiela Rais sebagai penulis utama, ada juga Tutie Amaliah dan Wardatul Ulama sebagai penulis kontributor.  Novel ini berisi kisah-kisah inspiratif yang sangat menarik dan memberi perspektif baru tentang traveling yang harus diniati mencari ridha Allah.  Dalam buku ini, penulis menguak nilai-nilai Islam yang ditemui di benua biru seperti kejujuran, ketulusan, dan kecerdasan serta ingin meyakinkan pembaca bahwa agama tidak disebarkan melalui pertumpahan darah, tetapi melalui budi pekerti yang luhur.

Keberpihakan Penulis
Dalam buku ini, Hanum dan kedua penulis lain mengemukakan bahwa muslim adalah manusia yang berakhlak baik. Betapa banyak non-muslim yang justru terpesona dengan Islam melalui keindahan akhlak muslim yang mereka temui. Kisah-kisah kekaguman beberapa dari mereka juga tertulis dalam buku ini. Seperti Sylvia, wanita Eropa asli yang tinggal di Austria begitu mengagumi Islam yang damai. Ia juga senang mendengarkan azan. Hal ini merupakan bukti, bahwa Islam akan lebih mudah diterima apabila muslim memiliki akhlak cinta damai dan kasih sayang.

Simpulan berisi penegasan keberpihakan penulis
Novel ini berisi potongan-potongan cerita perjalanan tentang kehidupan Muslim di Eropa.  Bagian satu dengan bagian lainnya saling berhubungan meski ada beberapa bagian yang berdiri sendiri.  Pada bagian prolog, penulis mengatakan bahwa hakikat dari sebuah perjalanan adalah taaruf.  Saling mengenal antarmanusia.  Kita tetap bersaudara meski terhadang letak geografis, ruang, dan waktu.  Perasaan sebagai sesama saudara Muslim tetap melekat meski kita terpisah-pisah dalam berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit terpisahkan samudra, gunung, gurun, dan hutan belantara.


Mengolah Kentang


Cara Membuat Kue Lumpur Kentang

  • Alat dan Bahan :

  1.  Cetakan
  2.  Mixer
  3.  1 kg Kentang
  4.  Mentega (cairkan)
  5.  Telur 12 butir (6 putihnya diambil)
  6.  Tepung Terigu 400 g
  7.  Santan 3 gelas
  8.  Garam secukupnya
  9.  Gula 500 g

  • Cara Membuat :





1.      Campurkan telur ayam, dan gula. Kocok hingga mengembang.
2.      Masukkan mentega cair, aduk terus hingga merata.
3.      Masukkan tepung terigu, santan dan kentang. Aduk lagi hingga merata.
4.      Panggan adonan pada cetakan. Masak hingga matang


PERANG PATTIMURA


            Maluku dengan rempah-rempahnya memang bagaikan “mutiara dari timur”, yang senantiasa diburu oleh orang-orang Barat. Namun kekuasaan orang-orang Barat telah merusak tata ekonomi dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di Nusantara. Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi. Bahkan para pemuda
            Maluku juga diberi kesempatan untuk bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada masa pernerintahan kolonial Hindia Belanda, keadaan kembali berubah. Kegiatan monopoli di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian beban rakyat semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Kalau ada penduduk yang melanggar akan ditindak tegas. Ditambah lagi terdengar desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, para pemuda akan di kumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku, ditambah dengan sikap arogan Residen Saparua. Hal ini sangat mengecewakan rakyat Maluku.
            Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Sebagai contoh telah diadakan pertemuan rahasia di Pulau Haruku, pulau yang dihuni orang-orang Islam. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817 di Pulau Saparua (pulau yang dihuni orang-orang Kristen) kembali diadakan pertemuan di sebuah tempat yang sering disebut dengan Hutan Kayuputih. Dalam berbagai pertemuan itu disimpulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin terus menderita di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda. Oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda. Residen Saparua harus dibunuh. Sebagai pemimpin perlawanan dipercayakan kepada pemuda yang bernama Thomas Matulessy yang kemudian terkenal dengan gelarnya Pattimura. Thomas Matulessy pernah bekerja pada dinas angkatan perang Inggris.
            Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Ternyata di benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan Belanda. Belanda waktu itu dipimpin oleh Residen van den Berg. Sementara dari para pejuang selain Pattimura juga tampil tokoh-tokoh seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Para pejuang Maluku dengan sekuat tenaga mengepung Benteng Duurstede, dan tidak begitu menghiraukan tembakan-tembakan meriam yang dimuntahkan oleh serdadu Belanda dari dalam benteng. Sementara senjata para pejuang Maluku masih sederhana seperti pedang dan keris. Dalam waktu yang hampir bersamaan para pejuang Maluku satu persatu dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng. Residen dapat dibunuh dan Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku. Jatuhnya Benteng Duurstede telah menambah semangat juang para pemuda Maluku untuk terus berjuang melawan Belanda. Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini kawal oleh dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Kembali kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Selanjutnya Pattimura memusatkan perhatian untuk menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat gelagat Pattimura itu maka pasukan Belanda di benteng ini diperkuat di bawah komandannya Groot. Patroli juga terus diperketat. Oleh karena itu, Pattimura gagal menembus Benteng Zeelandia.
            Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan di luar benteng dapat dipatahkan. Daerah di kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda. Dalam kondisi yang demikian itu Pattimura memerintahkan pasukannya meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahanannya. Dengan demikian Benteng Duurstede berhasil dikuasai Belanda kembali. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Tetapi pada bulan November beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha Tahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya.


            Belanda belum puas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan Belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya juga tertangkap. Ia tidak dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke Jawa sebagai pekerja rodi. Di dalam kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan Pattimura.